Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya,
berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur.
Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk
memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara
memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, sandang dan pangan. Anak-anaknya
sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak
dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak
tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali
inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.
Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba
kakinya terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan
mengambilnya. "Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah
penyok-penyok," gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu
ke sebuah bank. "Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang
kuno," kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran
si teller, membawa koinnya ke kolektor. Beruntung sekali, si kolektor
menghargai koin itu senilai 30 dollar. Begitu senangnya, lelaki tersebut
mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini.
Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa
lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk
istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk
menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar,
dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang. Di tengah perjalanan dia
melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah
terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya
bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel.
Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu
meyakinkannya dan dapatmenawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki
itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya.
Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk
membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang. Di tengah perjalanan
dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah
barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak
berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200
dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya
menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak
ke pengrajin dan beranjak pulang.
Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang
yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250
dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak,
mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati
suaminya seraya berkata, "Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan ?
Apa yang diambil oleh perampok tadi?" Lelaki itu mengangkat bahunya
dan berkata, "Oh, bukan apa-apa.. Hanya sebuah koin penyok yang
kutemukan tadi pagi".
Bila kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus
tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan? Sebaliknya, sepatutnya kita
bersyukur atas segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan pada kita,
karena ketika datang dan pergi kita tidak membawa apa-apa.
Sumber: renungan harian kita
Ditulis Oleh : ggp bukit hermon balikpapan ~ Ferdy Manggaribet, S.Th, MA
Anda sedang membaca postingan saya yang berjudul Sebuah Koin Penyok. Jika anda menyukai semua ARTIKEL kami, anda bisa COPAS dan menyebarluaskannya dengan disertakannya link yang sesuai dengan postingan tersebut sebagai sumbernya
Jangan Lupa Kritik dan Sarannya melalui KOTAK KOMENTAR dibawah ini ya!
Jangan Lupa Kritik dan Sarannya melalui KOTAK KOMENTAR dibawah ini ya!
Kekasih Tuhan !!!
Anda diberkati dengan Artikel dan renungan kami ?
Bagikan ke teman-teman Anda biar jadi berkat. GBU
0 komentar:
Posting Komentar