Yohanes pembaptis yang memiliki peran sebagai pembuka jalan bagi Tuhan Yesus Kristus, memulai pelayanannya dengan memberitakan tentang pertobatan. Panggilan untuk bertobat ini merupakan suatu seruan yang sangat penting bagi semua manusia yang sudah jatuh kedalam dosa.
Dalam Perjanjian Lama dipakai dua istilah untuk pertobatan, yakni kata Nacham yang mengandung arti perasaan yang dalam, dan kata Shubh yang berarti berbalik, berbalik kembali, atau kembali. 1 (Louis Berkhof, Teologi Sistematika 4, Jakarta: LRII, 1997, hlm. 150-1 ) Sedangkan dalam Perjanjian Baru dipakai istilah metanoia (metanoeo), berasal dari kata meta berarti dengan, setelah atau melampaui dan kata nous berarti pikiran, sikap, cara pikir, sikap dasar, karakter atau kesadaran moral. Maka secara harafiah metanoia berarti perubahan pikiran atau hati.1 (Anthony A. Hoekema, Diselamatkan Oleh Anugerah, Surabaya: Momentum, 2001, hlm. 176-8)
Kata lain yang dipergunakan dalam PB untuk pertobatan adalah epistrepho. Kata ini terus dipakai dalam pengertian berbalik lagi, atau berbalik kembali. Kata ini hanya dipakai sekali dalam PB yakni Kisah 15:3.2 (Louis Berkhof, Teologi Sistematika 4, Jakarta: LRII, 1997, hlm. 153)
Banyak orang percaya yang salah mengartikan mengenai pertobatan. Pertobatan sering diartikan sebagai tindakan penyesalan dan rasa bersalah terhadap dosa semata-mata. Memang rasa penyesalan terhadap dosa merupakan bagian dalam pertobatan tapi itu bukanlah arti yang sebenarnya dari pertobatan. Pertobatan berarti kita menyesali sesuatu dan mengambil keputusan untuk tidak melakukannya lagi, karena tahu bahwa hal itu buruk.
Dari sudut lain menurut W. Stanley Heath, pertobatan berarti mengenali diri sebagai orang berdosa yang layak dijatuhi hukuman Allah atau dimurkai Allah.
Dalam pertobatan yang sejati seseorang tergerak emosinya. Ia merasa berdosa dan bersalah dan merasa dirinya dimurkai Allah. Akal budinya terlibat juga; dengan berterus terang ia melihat sifatnya yang sebenarnya bahwa seluruh hidupnya ternodai dosa. Ia tahu juga bahwa Allah itu suci dan tidak memperkenankan dosa yang kecil sekalipun. Tapi ini belum merupakan pertobatan, baru keinsafan saja. Kehendaknya harus diikut sertakan. Sebelum seseorang memutuskan untuk berpaling daripada dosanya dan menerima keputusan Allah tentang dirinya sendiri, ia belum bertobat.
Sedangkan Peter Wongso menjelaskan, bahwa pertobatan merupakan suatu tindakan yang menghasilkan perubahan pikiran, perasaan dan kehendak. Bertobat adalah suatu perasaan yang sangat peka terhadap dosa, mengenal dengan jelas, bahwa dosa adalah perbuatan yang merugikan serta paling jahat. Dan bertobat adalah pengambilan tekad yang tegas dan selamanya membuang kejahatan, perbuatan dosa yang keji.
Dengan demikian, Hakekat dari pertobatan meliputi perubahan hati, pikiran dan kehendak, yang secara prinsip menyangkut perubahan pikiran berkenaan dengan Allah, diri sendiri, dosa dan kebenaran.
Namun menurut John Murray, pertobatan tidak hanya berisi suatu perubahan pikiran secara umum. Pertobatan itu bersifat khusus dan konkrit. Ini merupakan perubahan pikiran berkenaan dengan dosa yang khusus, yaitu dosa-dosa kita. Oleh karena itu ujian pertobatan adalah kesejatian dan keteguhan pertobatan kita berkenaan dengan dosa-dosa kita sendiri, dosa-dosa yang dianggap menyakitkan hati yang menjadi kekhasan kita.
Pertobatan yang adalah buah dari kelahiran baru dan merupakan sikap serta tindakan yang harus diulangi sepanjang hidup orang Kristen. Tidak adanya perubahan sikap atas dosa merupakan bukti bahwa seseorang tidak benar-benar dilahirkan kembali (I Yoh 3:9). Dengan kata lain, orang Kristen terpanggil pada pertobatan yang berlangsung sepanjang hidupnya, yaitu berpaling dari dosa setiap kali ia menjadi sadar sudah berbuat dosa.
Sikap pertobatan atau perasaan hancur dihadapan Allah, kematian setiap hari terhadap diri sendiri dan dosa, merupakan tanda keakraban dengan Allah dan kedewasaan sejati.
Unsur penting lainnya dalam mencapai perdamaian adalah pertobatan, karena pertobatan adalah keadaan dimana seseorang berdosa menyesal karena dosa-dosanya, yang dinyatakan kepadanya oleh terang Firman Tuhan. Pertobatan adalah membetulkan kesalahan, menyadari kesalahan, mengakui kesalahan. Pertobatan itu dibuktikan oleh perbuatan, yaitu tindakan untuk menyelesaikan dosa-dosa dan kesalahannya, menyelesaikan dihadapan Allah dan dihadapan manusia. Tanpa pertobatan tidak ada perdamaian.
“Saya memendam kebencian dalam hidup. Kebencian itu tidak sampai meluap, namun ada semacam kegeraman dalam diri saya. Saya muak pada orang-orang, benda-benda dan pada berbagai hal. Seperti orang lain, saya selalu merasa gelisah. Setiap kali berjumpa dengan orang yang berbeda dengan saya, orang itu selalu menjadi ancaman bagi saya.
Namun, ada satu orang yang sangat saya benci, yakni Ayah saya. Saya benci perilakunya. Bagi saya ia adalah pemabuk terhebat di kota kami. Jika anda berasal dari kota kecil dan salah seorang dari orang tua anda adalah seorang pemabuk, maka Anda akan tahu apa yang saya rasakan. Semua orang tahu hal itu. Di sekolah teman-teman membuat lelucon tentang Ayah saya. Mereka tidak peduli bahwa lelucon itu menggusarkan saya. Saya ikut tertawa dengan yang lain, namun ijinkan saya berkata jujur bahwa sebenarnya saya menangis di dalam hati.
Suatu kali saya pergi ke kandang ternak dan melihat Ibu di pukuli olehnya sampai tak dapat bangun, tergeletak diatas tumpukan pupuk kandang dibelakang sapi-sapi kami. Jika kami kedatangan teman-teman, saya akan membawa Ayah ke kandang dan mengikatnya, serta memarkir mobilnya di dekat gudang penyimpanan pakan ternak. Kami akan mengatakan kepada teman-teman yang datang bahwa Ayah sedang pergi. Saya kira tak ada seorang pun yang memiliki kebencian terhadap seseorang melebihi kebencian saya terhadap Ayah.
Setelah saya mengambil keputusan untuk menerima Kristus sekitar lima bulan kemudian, kasih dari Allah melalui Yesus Kristus masuk dalam hidup saya, dan begitu kuat sehingga sanggup mengangkat kebencian saya. Saya dapat menatap Ayah lekat-lekat dan berkata, “Ayah, saya mengasihimu.” Saya mengucapkannya dengan sungguh-sungguh. Melihat sikap saya yang buruk kepadanya selama ini, ucapan tersebut mengguncang Ayah.
Ketika saya masuk perguruan tinggi swasta, saya mengalami kecelakaan mobil yang cukup serius. Dengan sebuah penyangga leher, saya dibawah pulang. Saya tak akan pernah lupa ketika Ayah masuk ke kamar saya. Ia bertanya, “bagaimana kamu dapat mengasihi seorang Ayah seperti saya?” Saya menjawab, “Ayah, enam bulan yang lalu saya memandang hina pada Ayah.”
Lalu saya pun menceritakan tentang keputusan saya untuk menerima Kristus: “Ayah, saya mengijinkan Kristus masuk ke dalam hidup saya. Saya tak dapat menjelaskannya, tetapi sebagai buah dari persekutuan itu, saya dimampukan untuk mengasihi dan menerima bukan hanya Ayah, tetapi juga orang lain, sebagaimana adanya mereka.”
Empat puluh lima menit kemudian, sebuah getaran jiwa yang besar terjadi dalam hidup saya. Seorang yang sangat dekat dengan saya, yang sangat mengenal saya, telah melihat perubahan dalam diri saya sehingga ia berkata, “Nak jika Allah sanggup mengerjakan dalam diri Ayah apa yang dikerjakanNya dalam hidupmu, maka Ayah ingin memberinya kesempatan untuk melakukannya.” Saat itu juga Ayah berdoa bersama saya dan menerima Kristus”. (Josh Mc.Dowell)
Pdt. Ferdy Manggaribet, MA
Pdt. Ferdy Manggaribet, MA
Ditulis Oleh : ggp bukit hermon balikpapan ~ Ferdy Manggaribet, S.Th, MA
Anda sedang membaca postingan saya yang berjudul PERTOBATAN. Jika anda menyukai semua ARTIKEL kami, anda bisa COPAS dan menyebarluaskannya dengan disertakannya link yang sesuai dengan postingan tersebut sebagai sumbernya
Jangan Lupa Kritik dan Sarannya melalui KOTAK KOMENTAR dibawah ini ya!
Jangan Lupa Kritik dan Sarannya melalui KOTAK KOMENTAR dibawah ini ya!
Kekasih Tuhan !!!
Anda diberkati dengan Artikel dan renungan kami ?
Bagikan ke teman-teman Anda biar jadi berkat. GBU
0 komentar:
Posting Komentar